Jumat, 17 Agustus 2012

Tahun 2011, Tahun Mencangkul Yang Dalam


Apa yang akan berubah di tahun 2011?
Akan banyak sekali. Salah satunya mengenai Rapat Direksi PLN. Akan ada lima orang setingkat Kepala Cabang yang diminta ikut Rapat Direksi setiap Selasa jam 07.00 sampai jam 10.00 itu. Berarti dalam sebulan akan ada 20 orang setingkat Kepala Cabang yang ikut merasakannya. Siapa mereka? Mereka bisa saja Kepala Cabang atau Kepala Sektor atau Manajer Proyek.
Untuk Kepala Cabang yang diundang adalah Kepala Cabang yang sudah berhasil mengalahkan Malaysia di daerahnya! Bukan untuk membalaskan dendam timnas sepakbola yang gundul 0-3 di stadion Bukit Jalil Kuala Lumpur, tapi itulah memang target PLN tahun 2011: mengalahkan Malaysia. Rupanya harus PLN dulu yang mengalahkan Malaysia. Baru, kelak, sepak bolanya.

Apa ukuran “mengalahkan Malaysia” itu? . Ukurannya adalah masyarakat mengakui bahwa kita sudah menang. Tapi tidak ada ukuran sama sekali juga –meminjam istilah Srimulat—hil-hil yang mustahal. Maka kita akan memakai standar internasional yang sudah baku: berapa kali mati lampu, berapa lama mati lampu, berapa banyak pengaduan, berapa lama menangani pengaduan dan –apa boleh buat: ratio elektrifikasi.
Malaysia sendiri, seperti halnya Indonesia, bukan merupakan kesatuan sistem kelistrikan. Ada sistem Semenanjung, sistem Serawak dan sistem Sabah. Agar pertandingan ini head-on, maka PLN di Indonesia Timur dalam tahun 2011 harus sudah bisa mengalahkan Malaysia Timur, khususnya Sabah! Seperti apa listrik di Sabah, akan ada parameter dari sana. Saya sering sekali ke Sabah tapi tidak pernah memperhatikan listriknya. PLN Indonesia Barat, harus bisa mengalahkan Serawak! Sehebat apakah kelistrikan di Serawak? Saya juga belum tahu. Saya memang sering ke Kuching tapi sudah lama, sebelum masuk PLN dulu. Tidak pernah memperhatiman kualitas listriknya.
Sedang PLN Jawa-Bali harus bisa mengalahkan Malaysia-Semenanjung. Saya juga sering ke Semenanjung (termasuk pernah merasakan satu malam suntuk naik kereta api Senandung Malam) tapi juga tidak tahu kualitas kelistrikan di situ.
Maka dalam Rapat Direksi pertama tahun 2011 hari Selasa 4 Januari 2011 sudah akan diketahui siapa lima Kepala Cabang pertama yang ikut Rapat Direksi. Silakan para Pimpinan Wilayah mendaftarkan ke Sekper siapa saja anak buahnya yang sudah pantas ikut Rapat Direksi itu. Pimpinan Wilayah sendiri tidak ikut diundang karena sudah sering ikut Rapat Direksi dan bahkan Pimpinan Wilayah adalah bagian dari Direksi itu sendiri.
Ada maksud tertentu untuk mengajak setingkat Kepala Cabang dalam Rapat Direksi: kaderisasi kepemimpinan. Kepala Cabang umumnya adalah generasi muda yang akan menjadi sumber utama rekrutmen pemimpin masa depan. Inilah bentuk magang kepemimpinan yang nyata. Saya dan seluruh Direksi PLN sekarang sangat mempercayai bahwa magang adalah proses penting dalam pendidikan. Kami juga menyadari hanya anak muda yang bisa membuat perubahan besar. Dengan sekolah, seseorang mendapatkan ilmu. Dengan magang seseorang mendapatkan ilmu sekaligus sikap karakternya. Pemimpin tidak hanya harus pandai, tapi juga harus berkarakter. Yang terakhir itu tidak akan bisa didapat di jenjang pendidikan formal.
Dengan kehadiran lima orang setingkat Kepala Cabang dalam Rapat Direksi, perusahaan juga mendapat manfaat yang besar. Program yang dibuat Direksi bisa ditanyakan langsung ke tingkat pelaksana. Dengan demikian Direksi akan langsung tahu apakah program tersebut workableatau hanya program kuntilanak –yang tidak menginjak bumi.
Dari rapat-rapat itu pula kami akan mengetahui dan memonitor siapa saja Kepala Cabang dan kepala-kepala unit yang punya potensi besar untuk memikul tanggung jawab ke depan.
Ya. Tidak hanya Kepala Cabang. Dalam rapat itu juga akan diundang kepala-kepala unit PLN lain, yang juga akan jadi sumber rekrutment pemimpin masa depan. Hanya ukurannya masih sedang dirumuskan. Untuk unit pembangkit mungkin akan mengenakan ukuran world class. Untuk unit pemeliharaan juga demikian. Termasuk P3B. Unit pembangkit besar yang operasinya sudah mencapai world class akan diundang ke Rapat Direksi. Demikian juga unit pemeliharaan dan P3B. Unit PLTU, PLTG dan diesel tidak akan dibedakan. Sebab mengoperasikan diesel pun ada kelas dunianya.
Target program ini adalah juga untuk melihat siapa saja orang-orang yang setingkat Kepala Cabang yang bisa dan mau “mencangkul”. Perusahaan tidak mau lagi memiliki seorang Kepala Cabang atau Kepala Unit yang pekerjaannya hanya “mengasah cangkul sehari penuh”, tapi tidak mau “mencangkul”. Harus ada keseimbangan porsi antara “mengasah dan memelihara cangkul” dengan menggunakan cangkulnya. Tidak mungkin perusahaan maju kalau orang-orangnya mengasah cangkul selama tujuh jam dan hanya menggunakan cangkulnya satu jam!
Sesekali rapat juga akan mengundang mereka yang levelnya atau umurnya yang sudah di atas tingkat Kepala Cabang. Tapi akan dipilih dari mereka yang benar-benar tua-tua keladi –meski sudah lebih tua tapi masih mau berkelahi!
Tahun 2011 adalah juga tahun ketika kita memasuki semester tiga. Pelajaran dua semester sudah kita lewati –entah dengan nilai berapa.
Di semester ketiga ini Direksi sudah tidak akan mau lagi mengurus penyulang yang sering gangguan, penyulang yang terlalu panjang, penyulang yang tidak aman oleh pohon, trafo distribusi yang hamil, trafo yang kapasitasnya terlalu besar (1000 atau 630), salah grounding, tidak adanyaarrester dan persoalan-persoalan sekelas itu lainnya.
Semua itu adalah pelajaran semester satu dan dua. Kalau di semester tiga nanti kita masih juga berkutat dengan tetek-bengek itu maka –maaf– PLN hanya akan mendapat bengek-nya saja!
Soal-soal tetek-bengek itu sepenuhnya sudah menjadi urusan Kepala Cabang dan Ranting. Kalau di suatu daerah masih juga mengalami masalah kronis di bidang itu, tindakannya sudah akan sangat berbeda. Bukan trafonya yang diganti, tapi Kepala Cabang atau Rantingnya.
Maka kita tidak akan lagi mau mendengar penyulang sering terganggu sampai menjatuhkan diesel seperti  di Mataram itu. Betapa tidak pedulinya struktur kepemimpinan di situ kalau di akhir tahun 2010 (setelah dua semester), masih ada persoalan seperti itu. Kita juga tidak mau lagi mendengar kasus di Jambi yang listrik masih begitu sering padam.
Mula-mula saya tidak percaya ketika orang-orang yang ikut gerak-jalan pagi di Jambi dulu itu mengeluh bahwa di kawasannya listrik masih sering mati. Saya pikir itu hanya omongan orang yang nyinyir. Tapi ketika majalah TEMPO kemudian menulis hal yang sama, mau tidak mau saya ikut pusing.
Saya juga tidak ingin lagi mendengar bahwa seorang Kepala Cabang dengan bangga mengemukakan bahwa gangguan penyulang dan trafo di wilayahnya “sudah tinggal di atas 50 kali sebulan”! Saya tahu “tinggal di atas 50 kali sebulan” itu sudah satu prestasi besar. Sebab di masa lalu gangguan itu bisa ratusan kali. “Tinggal di atas 50 kali sebulan” memang sebuah peningkatan yang drastik, tapi masyarakat hanya akan ingat 50 kali itu. Tidak akan ingat meningkat drastisnya itu.
Dalam dua semester kemarin saya juga sering mendapat kesan bahwa orang PLN di daerah masing terkotak-kotak. Saya mendapat kesan bahwa satu bagian di PLN masih seperti dipisahkan oleh lautan yang luas dengan bagian lainnya. Bahkan seorang Kepala Cabang tidak merasa gelisah ketika di daerahnya mati lampu –hanya karena penyebab matinya itu adalah gangguan transmisi. Di mata dia seolah transmisi itu bukan PLN! Demikian juga, seorang Kepala Cabang tidak merasa gelisah ketika di wilayahnya mati lampu –hanya karena dieselnya rusak. Seolah-olah mati lampu karena diesel rusak bukan tergolong mati lampu!
Tahun 2011, karena itu, ada perubahan ini: Kepala Wilayah memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengganti Kepala Cabang. Pusat tidak banyak ikut lagi. Pimpinan Wilayah bisa langsung mengusulkan penggantian seorang Kepala Cabang. Pusat akan menyodorkan lima calon pengganti untuk dipilih salah satunya. Tidak ada backing-backing-an. Tidak ada tangis. Tidak ada rayuan –rayuan seindah pulau kelapa sekali pun. Semua proses itu akan berlangsung hanya satu minggu! Sejak Kepala Wilayah minta penggantian sampai ditetapkannya pengganti. Tidak ada lagi penggantian Kepala Cabang yang Kepala Wilayahnya tidak tahu. Kini justru Kepala Wilayah yang lebih menentukan.
Ada jalan lain yang lebih elegan. Para Kepala Cabang atau Ranting yang kira-kira memang tidak mampu mengalahkan Malaysia di daerahnya akan lebih baik kalau segera melapor kepada Kepala Wilayah: minta diganti. Saya akan lebih menghargai teman-teman yang punya sikap demikian. Jabatan bukanlah untuk gagah-gagahan. Banyak tempat pengabdian lain di luar jabatan yang lebih diridhoi oleh Tuhan.
Tahun 2011 adalah tahun melupakan prestasi apa saja yang sudah kita lakukan di tahun 2010. Kita lupakan “perasaan berjasa” bahwa di tahun 2010 kita pernah berjasa menyelesaian krisis listrik yang begitu berat. Pujian orang itu ada batasnya. Pujian bahwa PLN hebat karena bisa mengatasi krisis listrik tidak akan lama. Dua bulan lagi jangan harap kita masih akan mendengar pujian seperti itu. Orang yang terlalu lama berharap terus mendengar pujian seperti itu ibarat orang berjalan sambil melamun: tiba-tiba saja kepalanya akan menabrak tiang listrik!
Demikian juga pujian dari Komisi VII DPR itu. Memang langka! DPR memuji unsur pemerintah, seperti PLN. Di DPR biasanya hanya caci-maki yang kita dengar. PLN, di samping mendengar caci-maki juga mendapat pujian. Resmi. Dalam sebuah keputusan sidang komisi. Tapi lupakan pujian itu. Kalau ada yang masih menyimpan risalah putusan Komisi VII DPR itu, jangan buka lagi. Itu bisa membuat kita, seperti judul lagu dangdut, terlena.
Lupakan juga undangan minum teh di Istana Presiden SBY. Anggap saja peristiwa itu sudah terjadi satu abad yang lalu.
Apalagi penghargaan tutup tahun sebagai “Marketer of The Year 2010” itu. Gombal! Lupakan. Itu bukan hanya racun, tapi racun berbungkus madu. Sangat membahayakan. Membunuh dengan cara manis!
Tahun 2011 adalah tahun ketika pujian belum tentu datang.
Semester tiga ini juga akan seperti mesin jam. Akan berjalan sangat cepat. Apalagi kita sudah menetapkan bahwa kita hanya punya waktu lima semester! Bukan delapan semester apalagi 10 semester.
Transformasi PLN harus sudah selesai dalam lima semester. Kalau ini bisa terwujud maka transformasi  PLN akan lebih cepat dari Bank Mandiri maupun Garuda Indonesia. Saya sendiri berkeyakinan penuh bahwa transformasi itu bisa selesai tepat waktu. Saya melihat orang-orang PLN adalah orang-orang yang jauh lebih berkualitas dibanding orang-orang BUMN mana pun!
Sumpah!
Asal jangan direpoti oleh tetek-tetek bengek yang tadi!!!
Dahlan Iskan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar