Sabtu, 11 Agustus 2012

Perhutani dan Universitas Negeri Papua kembangkan industri sagu

Jakarta (ANTARA News) – Perum Perhutani dan Universitas Negeri Papua, Rabu, menandatangani Nota Kesepahaman untuk mewujudkan pengembangan industri sagu di Kabupaten Sorong, Papua Barat.

Dalam siaran persnya, Kamis, Direktur Utama Perum Perhutani BambangSukmananto mengatakan untuk memenuhi kesediaan bahan baku pabrik sagu, Perum Perhutani akan menggandeng masyarakat lokal agar pasokan bahan baku pembuatan sagu terjamin.


“Selain itu tentu saja bahan baku dari sagu yang ditanam sendiri oleh Perum Perhutani,” tambahnya pada penandatanganana nota kesepahaman itu bersama Rektor Universitas Negeri Papua Suriel Semuel Mofu, Rabu lalu.

Sementara Suriel mengaku bangga dapat bekerjasama dengan Perhutani yang berpengalaman dalam mengelola sumberdaya hutan terbaik di Indonesia.

Dia menambahkan, kehadiran Perhutani di Papua Barat diyakini akan mempercepat proses pemberdayaan dan kemandirian masyarakat.   
 
Segera setelah penandatanganan ini., tambahnya, tim Universitas Negeri Papua akan bertugas mendukung percepatan terwujudnya salah satu proyek ‘Bumper Besar di Tengah Krisis Besar’ sebagaimana disampaikan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan. 

Berdasarkan kerjasama ini, pihak universitas  akan melakukan studi kelayakan proyek dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, serta memfasilitasi pemetaan hak ulayat masyarakat adat pada lokasi Ijin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHBK HA) Sagu di Distrik Kais Kabupaten Sorong Selatan.

Universitas Negeri Papua juga akan mendampingi masyarakat lokal secara partisipatif bersama Perum Perhutani. 

Pemetaan hak ulayat masyarakat adat sebagai salah satu bagian dalam menyelesaikan masalah sosial dengan cara memfasilitasi masyarakat secara edukatif dan memandangnya sebagai subjek pembangunan serta upaya membentuk kebun sagu dari hutan sagu dan inventarisasi bibit sagu dan inventarisasi bibit sagu unggul. 

Sagu adalah makanan pokok masyarakat Papua dan simbol budaya masyarakat lokal Papua yang bisa menghasilkan beras sintetis untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. 

Pengembangan ini mensinergikan tiga aspek pengelolaan hutan lestari berupan kelestarian sumberdaya alam dan ingkungan, sosial budaya dan perekonomian masyarakat.

Kepala Biro Humas dan Protokoler Perum Perhutani Susetiyaningsih menyebutkan, pabrik sagu ini akan berkapasitas produksi 100 ton per hari.

Pabrik ini dibangun untuk mengatasi tingginya harga bahan makanan pokok warga Papua mencapai Rp18 ribu yang lebih mahal daripada harga di luar Papua Rp9.000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar