Sabtu, 11 Agustus 2012

Mario Rivaldi, Putra Petir Kreator Sepeda Motor Listrik

Belum Lahir Sudah Dipesan 1.000 Unit oleh PLN

Di antara lima Pandawa Putra Petir, ada sosok muda bernama Mario Rivaldi. Dialah kreator ABYOR, sepeda motor listrik pertama produk asli Indonesia.

 AHMAD BAIDHOWI, Jakarta

SIANG itu Mario berpresentasi di hadapan tiga pejabat dari Kementerian Riset dan Teknologi. Tangannya lincah membolak-balik buku katalog seukuran kertas folio. Sesekali dia membetulkan letak kacamatanya.


Gaya bicaranya runtut, disertai gesture dan gerak tangan untuk mendukung presentasi. Terlihat betul dia menguasai materi yang dipresentasikan. "Saya sudah sepuluh tahun menggeluti bisnis sepeda listrik dan sepeda motor listrik," ujarnya ketika ditemui Jawa Pos seusai presentasi di ruang meeting salah satu hotel di kawasan Senayan, Jakarta, pekan lalu.

Dari sisi usia, Mario memang tergolong muda. Pria kelahiran Bandung, 10 Juli 1978, itu kini baru menginjak usia 34 tahun. Namun, dari sisi pengalaman di bidang kendaraan listrik, dia sudah kenyang makan asam garam.

Mario bukan hanya engineer, tapi juga pebisnis. Bahkan, dia termasuk tipe pebisnis cerdas yang mampu bertransformasi dari sekadar bisnis perdagangan menjadi industri manufaktur.

Bekal pendidikannya pun memadai. Sempat diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB), Mario akhirnya lebih memilih untuk terbang ke Inggris setelah diterima di University of Manchester, Institute of Science and Technology, Manchester.

Seusai menimba ilmu di Negeri Ratu Elizabeth, Desember 2002, dia memulai bisnis kendaraan listrik dengan mendirikan sekaligus menjadi presiden direktur PT Betrix Indonesia yang berkantor di Bandung. "Saat itu, saya sudah mencium potensi kendaraan listrik. Cepat atau lambat, kendaraan dengan BBM akan digantikan kendaraan listrik," katanya.

Awalnya Mario memasarkan sepeda listrik serta sepeda motor listrik yang diimpor dari Tiongkok. Namun, naluri teknisinya mulai terusik. Beberapa sepeda listrik dan sepeda motor listrik impor itu diutak-atik. Dari situ, dia tahu bahwa produk Tiongkok sebenarnya merupakan sepeda motor biasa yang penggeraknya diganti dengan listrik. 

"Artinya, dari awal kendaraan itu tidak dirancang sebagai kendaraan listrik. Akibatnya, banyak kelemahannya. Kelemahan-kelemahan itulah yang terus saya pelajari dan cari solusinya," cerita Mario.

Tak butuh waktu lama bagi Mario untuk memulai produksi sepeda listrik sendiri. Pada 2004, dia mulai mengembangkan purwarupa atau prototipe sepeda listrik. Pada 2006 dia sudah membangun prototipe sepeda motor listrik.

Mario mengakui, dalam pengembangan sepeda motor listrik, dirinya tidak berjalan sendiri. Menurut dia, di negara-negara maju, pengembangan teknologi selalu melibatkan banyak pihak, terutama dengan instansi-instansi pemerintah di bidang riset dan teknologi.

"Kalau boleh saya analogikan, lahirnya sepeda motor listrik nasional ini melibatkan enam pihak. Merekalah yang menghamili dan bertanggung jawab atas hadirnya si jabang bayi, ABYOR," ujarnya lantas tertawa. 

ABYOR adalah nama sepeda motor kreasi Mario. "Nama itu diberi oleh seorang dalang di Jogja. Artinya lampu yang menerangi," imbuhnya.

Siapa saja enam pihak tersebut" Pertama, Kementerian Ristek dan LIPI. Dua institusi itulah yang bersama Mario mengembangkan serta memproduksi komponen kunci ABYOR. Kedua, Itenas Bandung. Lembaga pendidikan tinggi itu sejak 2004 menyediakan SDM untuk pengembangan kendaraan listrik.

Ketiga, Kementerian Lingkungan Hidup yang sejak 2008 mendukung kendaraan listrik sebagai moda transportasi ramah lingkungan. Keempat, Intech Bandung. Mario menyebutkan, mitra strategis ABYOR itu adalah kumpulan alumnus Polman ITB yang ahli dalam precision engineering. Mereka itulah yang selanjutnya memproduksi komponen-komponen ABYOR secara masal.

Kelima, PLN. Menurut Mario, pengembangan kendaraan listrik tanpa charging station tidak akan optimal atau sama saja dengan kendaraan BBM tanpa SPBU. PLN-lah yang berperan dalam pengembangan infrastruktur dan sistem pengisian ulang otomatis.

Keenam, Satuan Perencanaan dan Pengembangan (Renbang) Polri. Mario menyatakan, Renbang Polri berperan menurunkan tim uji coba ketahanan dan mengeluarkan sertifikat pengujian. "Itu sangat penting karena merupakan bentuk pengakuan legalitas atas ABYOR," ucapnya.

Secara bercanda, Mario mengatakan, enam pihak itulah "tersangka" utama yang berperan menghamili proyek ABYOR. Saat ini, kondisi kandungan sudah hamil tua dan ABYOR siap dilahirkan, sehingga dibutuhkan dokter kandungan yang mumpuni. 

"Nah, peran dokter kandungan itulah yang diambil Pak Dahlan Iskan (menteri BUMN, Red). Tentu saja ini peran yang sangat penting, penuh dengan tanggung jawab sekaligus risiko," tegasnya.

Mario mengakui, proyek kendaraan listrik baru menggema kencang di seantero Nusantara setelah Dahlan Iskan menulis munculnya Putra Petir, yakni para ilmuwan Indonesia yang memiliki kompetensi dalam pengembangan kendaraan listrik. "Tapi, sebenarnya sebelum ramai-ramai soal Putra Petir, Pak Dahlan sudah concern (menaruh perhatian, Red) terhadap pengembangan kendaraan listrik," ungkapnya.

Mario punya cerita unik seputar perkenalan pertamanya dengan Dahlan. Saat itu, pada 2010, dirinya mengirim surat ke PLN untuk mengabarkan rencana uji coba ABYOR. Dia juga mengundang beberapa pejabat PLN yang bekerja sama dengan dirinya dalam pembuatan charging listrik.

"Beberapa hari kemudian, ada seseorang yang menelepon ke handphone saya, bilang dari PLN. Saya tanya, ini petugas PLN dari bagian atau divisi apa? Dia kemudian bilang namanya Pak Dahlan. Dia menanyakan rencana uji coba motor listrik. Waktu itu saya belum sadar. Saya kira Pak Dahlan itu salah satu staf atau karyawan PLN. Setelah selesai pembicaraan, barulah beberapa kenalan saya di PLN menelepon dan mengatakan bahwa yang menelepon barusan adalah Pak Dahlan, Dirut PLN," ceritanya lantas tertawa.

Yang membuat Mario lebih bersemangat adalah kedatangan Dahlan dalam uji coba di sebuah sirkuit balap motor di Bandung. Selain Dahlan, hadir beberapa pejabat dari Kementerian Ristek, LIPI, dan Polri.

Uji coba dilakukan seharian. Kebetulan, hari itu cuaca cukup terik, tapi sorenya hujan, sehingga pas sekali untuk uji coba. Hasilnya, ABYOR bisa melaju hingga 200 kilometer untuk sekali pengisian baterai atau charge dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. 

"Kami puas, jarak jangkaunya lebih dari cukup untuk kendaraan dalam kota. Kalau soal menambah kecepatan, itu lebih gampang," ujarnya. Pada kesempatan lain, Dahlan juga sempat mencoba mengendarai ABYOR saat berkeliling di Cimahi, Jawa Barat.

Staf Ahli Menristek Harry Purwanto menilai, jika dibanding beberapa proyek kendaraan listrik lainnya, ABYOR paling siap. Sebab, ABYOR sudah melalui sembilan tahap technology readiness level (TRL) yang diadopsi dari standar NASA, lembaga antariksa AS. "Semua produk teknologi yang baik harus melalui sembilan tahap itu," katanya.

Tahap tersebut dimulai dari proses basic technology research, technology development, technology demonstration, system prototype demonstration, hingga business development untuk mengalkulasi keekonomian produk atau economically viable and feasible. "Nah, ABYOR bukan lagi produk prototype, tapi sudah masuk sampai tahap produk komersial. Jadi, sudah siap diproduksi secara masal," ucapnya.

Menurut Mario, dalam pengembangan ABYOR, dirinya sudah menerapkan standar produksi sebagaimana yang dijalankan produsen-produsen otomotif. Artinya, semua sudah dikerjakan secara otomatis dan mekanis dengan tingkat presisi yang sangat ketat. 

"Ibaratnya, kalau ABYOR ini sebuah tulisan, kami sudah punya file pdf-nya, sehingga kalau ingin memperbanyak tinggal di-print saja, tidak harus mengetik ulang. Jadi, bisa dikerjakan dengan cepat," tegasnya.

Saat ini, beberapa pihak mulai mengajukan pemesanan ABYOR. Salah satunya adalah PT PLN yang memesan 1.000 unit untuk kendaraan operasi petugas lapangan. Beberapa unit ABYOR juga sudah menjadi kendaraan patroli polisi di beberapa kawasan elite seperti perumahan menteri di kompleks Widya Chandra, Jakarta. 

Bagaimana penampakan ABYOR? Sayangnya, Mario belum bersedia memberikan keterangan terperinci mengenai kreasinya. Alasannya, ABYOR sudah masuk tahap komersial, sehingga rawan dijiplak pihak lain.

Dia hanya menunjukkan beberapa gambar ABYOR kepada Jawa Pos. Sepeda motor jenis skuter otomatis (skutis) dengan kombinasi warna gold dan hitam itu sekilas tampak seperti sepeda motor skutis merek Honda Beat, namun terlihat lebih kukuh dan futuristis. "Detailnya nanti ya, sekalian saat diperkenalkan bersama karya-karya Putra Petir lainnya," ucapnya.

Yang membanggakan pada ABYOR adalah system charging-nya yang tidak menggunakan kabel, melainkan sudah menerapkan konsep plug-in atau langsung colok dari bagian depan kendaraan. "Ini adalah sistem charging generasi ketujuh yang kami kembangkan. Di dunia, belum pernah ada yang seperti ini. Jadi, inilah untuk kali pertama teknologi kita lebih maju dari Jepang maupun Amerika," ujarnya bangga.

Dari sisi kesiapan infrastruktur, ABYOR juga sangat siap. Sebab, saat ini jaringan PT Betrix Indonesia sudah tersebar di berbagai wilayah. Total ada 29 diler Betrix yang meliputi wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Riau, Sumatera Barat, hingga Manado.

Totalitas dan kompetensi Mario dalam pengembangan sepeda motor listrik pun sudah diakui hingga level internasional. Karena itu, tidak mengherankan jika bapak dua anak tersebut sempat beberapa kali diundang untuk menjadi pembicara tamu (guest speaker) dalam ajang prestisius seperti Geneva Motor Show di Swiss pada Maret 2008 dan acara PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), yakni UN Summit of Global Climate Change di Bali pada Juni 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar